Menelisik Masjid Kuno Mutihan Wates Kulonprogo
Masjid kuno Mutihan yang konon sudah berusia ratusan tahun di desa Mutihan Wates Kulonprogo ini tergolong unik dan tidak lazim, karena kedua soko gurunya berada di luar tembok pembatas serambi. Masjid ini didirikan oleh KH Nur Ali Muhammad (Mbah Nur) paman dari Pangeran Diponegoro. Masjid yang berdiri 100 tahun lebih dan sudah mengalami renovasi beberapa kali ini sampai sekarang masih terawat dan digunakan sholat berjamaah warga sekitar.
Peta Masjid Mutihan Wates |
Menurut Izzudin Nur Santjoyo Perkosa Aji, cucu dari Mbah Nur ketika ditemui admin tipswisatamurah.com yang didampingi oleh redaktur koran Kedaulatan Rakyat Joko Budhiarto, di rumahnya kawasan masjid menuturkan, "Masjid Muthi'an yang pernah disinggahi Pangeran Diponegoro ini dulunya didirikan oleh Mbah Nur, ayah dari KH Dimyati (Mbah Dim Sepuh), yang pada zaman dulu pernah dikirim ke Madinah untuk belajar Agama ketika usia 7 tahun". Dan terakhir dikirim ke Mesir belajar di kampung Dimyat, yang kemudian menjadi nama belakang Mbh Nur yakni Dimyati
Mbah Dim yang lahir pada tahun 1836 dan wafat 1923 ini ketika genap 27 tahun belajar di tanah Arab, pulang ke Wates dan melanjutkan mengurus sekaligus mengembangkan Masjid Muthi'an yang kemudian kampung di sekitar ketelah kampung Muthi'an, yang bermakna kampung yang dihuni oleh orang orang taat.
Masih menurut Nur Santjoyo, yang taklain adalah putra dari Mbah Dimyati Muda, cucu mbah Dim Sepuh menambahkan. "Kalau sekarang kampung ini terkenal dan ditulis dengan nama Mutihan itu karena selain lidah Jawa juga dilatar belakangi sejarah masa lampau, yakni karena adanya pemutihan atau adanya aturan bebas pajak untuk daerah di sekitar Masjid, yang waktu itu masuk dalam wilayah Adikarta dalam zona Pakualaman." katanya
Dalam mengurus Masjid, Mbah Dim melakukan pengembangan dengan mendirikan pesantren boyongan dari desa Ndlanggu Solo (Diasuh oleh Kiai Ingkrang) yang dikembangkan di desa Muthi'an, Dan untuk menarik minat masyarakat Mbah Dim membuat seni hiburan sholawat sekaligus Ilmu Kanuragan yang waktu jaman itu sangat digemari santri dan memang dibutuhkan untuk bela negara.
Berawal dari gebrakan Mbah Dim inilah dikemudian hari muncul nama beberapa kampung seperti Jogoyudan yang digunakan sebagai basis untuk praktek adu ketangkasan santri, dan nama nama seperti Kesatrian, kauman, Temon, termasuk Pedurungan muncul karena adanya pengembangan pesantren dari Masjid Kuno di Mutihan tersebut.
Menyinggung kemunculan Pangeran Diponegoro di Masjid Muthi'an tersebut, Nur Santjoyo menjelaskan, "Sebenarnya Mbah Nur ayah dari Mbah Dim itu paman dari P. Diponegoro, saya pikir sudah selayaknya beliu mengunjungi Paman sendiri, yang mengasuh pondok pesantren di sini. Dan dalam kunjungan Diponegoro inilah muncul istilah Boloseketi", katanya, yang tidak menjelaskan lebih lanjut maksut dari Boloseketi tersebut. (Ikuti juga tempat persembunyian Pangeran Diponegoro ketika perang melawan tentara kompeni di Mencari Pintu Tembus di Goa Selarong ini)
7 Komentar untuk "Menelisik Masjid Kuno Mutihan Wates Kulonprogo"
Subhanallah alhamdulillah astaghfirullah..baru paham sekarang kalo ternyata masjid dikampung ku adalah masjid keramat
Waaa josss...sejarah tenan ikii
Alhamdulillah juga masa kecilku pernah ditakdirkan bertemu dan sering makmum sholat maghrib dan isya sama mbah Dim,beliau yang lembut tegas tapi penuh wibawa masih terbayang jelas wajah dan body linguagenya
alhamdulillaahh, skarang sdah d renovasi lbih bagus lagi
Sweet Memory
My sweet memory in Mutihan Mosque
Alhamdulillah....Mak nyus rasanya klo sholat di masjid ini...walaupun saya sejak lahir sampai sekarang domisili di masjidi samping masjid ini...tapi tetep merasakan Mak nyus nya bila beribadah di sini